Senin, 21 Mei 2018

Tanggapi Omongan Fadli Zon, Rustam Ibrahim: Belum Paham Juga, atau Memang Mau Memelintir


Direktur LP3ES Rustam Ibrahim tampak menanggapi pernyataan Fadli Zon terkait 200 daftar nama muballigh atau penceramah yang direkomendasikan oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut tampak dari laman Twitter @RustamIbrahim yang diunggah pada Minggu (20/5/2018).
Menurut Rustam Ibrahim, Fadli Zon tak paham, atau ingin memelintir rekomendasi tersebut.
Ia pun memberikan contoh sederhana dari sebuah rekomendasi kepada Fadli Zon.
@fadlizon: 5) Katakanlah jumlah mubaligh atau ulama itu sekitar 5 persen dari populasi Muslim yang 200 juta, maka jumlahnya ada sekitar 10 juta orang.

Bgmn ba @Kemenag_RI mengeluarkan rilis 200 nama dari 10 juta orang tadi? Bgmn menyaringnya?
@RustamIbrahim: Ada yg blm paham juga, atau memang mau memplintir.
Rekomendasi artinya saran atau usulan.
Terserah mau mengikutinya atau tidak.
Mungkin ada puluhan ribuan rumah makan padang di Jkt, tapi saya bisa rekomendasikan 10 restoran yg enak.
Anda mau makan atau tidak disana terserah anda.



Sebelumnya, pada Sabtu (19/5/2018), Fadli Zon mengungkapkan kekhawatirannya akan langkah yang diambil oleh Kemenag.
Ia bahkan menuding jika langkah Kemenag merilis daftar nama tersebut merupakan sebuah kecatatan secara metodik.
Fadli Zon menyarankan agar Kemenag tak terjebak pada kepentingan politik jangka pendek pemerintah.
Berikut postingan lengkap Fadli Zon sebelumnya.
"1) Rilis 200 nama penceramah atau mubaligh yg direkomendasikan oleh Kemenag, dikhawatirkan hanya akan menguatkan segregasi yg ada di tengah masyarakat.
2) Di tengah pluralitas pemahaman dan keyakinan keagamaan yg ada di tengah masyarakat Muslim Indonesia, @Kemenag_RI mestinya bs mnjd moderator yg bijak.
3) Mengeluarkan daftar 200 nama penceramah yg direkomendasikan dari 200 juta populasi penduduk Muslim bukanlah sebuah kbjkn yg mudah diterima. Kebijakan semacam itu cacat scr metodik.
4) Jangankan untuk level Indonesia, di Jakarta saja, yg memiliki ribuan masjid, mushola, dan majlis taklim, ada ribuan ustad dan mubaligh di sana.

5) Katakanlah jumlah mubaligh atau ulama itu sekitar 5 persen dari populasi Muslim yang 200 juta, maka jumlahnya ada sekitar 10 juta orang. Bgmn ba @Kemenag_RI mengeluarkan rilis 200 nama dari 10 juta orang tadi? Bgmn menyaringnya?
6) Makanya jgn salahkan jika kemudian publik mencurigai rilis daftar penceramah itu sbg bagian dri sensor thdp para penceramah atau ulama yg tak sehaluan dgn pemerintah.



7) Apalagi dlm daftar itu tdk tercantum sejumlah nama mubaligh terkemuka yg dikenal kritis thdp pemerintah. Kebijakan semacam ini hanya akan kian mengeraskan segregasi yg ada di tengah masyarakat saja.
8) Jika pemerintah ingin membidik penceramah yg menyusupkan paham-paham radikalisme atau intoleransi dlm ceramahnya, mestinya yg bersangkutan dibidik sj lgsg menggunakan perangkat hukum yg berlaku.

9) Tetapi, jerat hukum semacam itupun mestinya jg mnjd pilihan terakhir yg diambil oleh pemerintah. Pilihan pertama mestinya tetap pd bgmn merangkul dan membangun dialog.
10) Jangan sampai muncul kesan bhw semua pihak yg berseberangan dgn pemerintah kemudian dianggap sbg radikal dan intoleran.
11) Framing semacam itu berbahaya, krn akan memperuncing konflik, dan bukannya membangun dialog, rekonsiliasi dan saling pengertian.

12) Kita saat ini sdg berdiri di ambang krisis ekonomi. Semua celah yg bisa memicu terjadinya konflik sebaiknya segera kita tutup, dan bukannya malah kita eksploitasi.
13) Lagi pula, kita sdh punya Majelis Ulama Indonesia (MUI), punya Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan sejumlah organisasi yg bs dimintai tolong untuk membendung diseminasi paham-paham radikal dan intoleran di tengah ummat.
14) Urusan-urusan smcm ini sebaiknya didialogkan kpd lembaga2 itu sj, krn @Kemenag_RI bgmnpun hrs bs berdiri di atas semua golongan dan kepentingan. Jgn sampai Kemenag terjebak pd kepentingan politik jangka pendek pemerintah," tulis Fadli Zon.



0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.