Senin, 02 Juli 2018

Anggota Dewan Tersangka Penerima Suap dari Mantan Gubernur: Sudahlah, Gak Ada Empati Kalian Kutengok


Anggota DPRD Sumatera Utara, Muslim Simbolon, satu dari 38 tersangka penerima suap dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, bereaksi atas pertanyaan terkait korupsi yang menjeratnya, yang sekarang masuk dalam proses pemeriksaan tahap lanjut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Akhir pekan lalu, atas kasus yang sama, KPK telah memeriksa dan kemudian menahan Anggota DPR RI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fadly Nurzal.


Fadly yang merupakan mantan anggota DPRD Sumut, ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

"Sudahlah jangan dikomentarin lagi soal ini. Ngapain kalian besar-besarkan itu. Kayaknya suka kalian kami semua dikirim ke penjara. Ngapain kalian muat-muat itu, enggak ada berhentinya," ujarnya pada Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Minggu (1/7).

Politisi asal Asahan ini bahkan menyebut media tidak punya empati lantaran tidak henti menuliskan pemberitaan kasus korupsi para anggota DPRD Sumut.

"Tidak ada empati kalian aku tengok. Ngapain kalian besar-besarkan lagi, biarkan saja berjalan, saya apapun perkembangannya ini belum tahu. Cemana sudahlah," katanya sembari memutus sambungan telepon selular.

KPK telah menetapkan kembali sejumlah anggota dan mantan anggota DPRD Sumut sebagai tersangka kasus suap yang melibatkan Gatot.

Tak tanggung, sebanyak 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 menjadi tersangka suap menyangkut persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumut untuk tahun anggaran 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Provinsi Sumut tahun 2013-2014, pengesahan APBD Provinsi Sumut tahun anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut tahun 2015.

Oleh KPK, para tersangka disebut melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 64 ayat (1) dan pasal 55 ayat (1) KUHP.

Untuk pemeriksaan tahap lanjut ini, KPK telah menetapkan total 38 tersangka. Selain Muslim Simbolon, terdapat juga nama Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring.
Kemudian ada Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.

Sedangkan, anggota DPRD Sumut lainnya, Brilian Moktar yang disebut-sebut telah mengembalikan uang kepada KPK, menolak memberikan penjelasan.

Dia menyebutkan tidak enak terhadap teman-teman sesama anggota DPRD Sumut.

"Enggak usah dulu ya, pertama dulu kamu juga yabg WA (whatsApp) dan SMS aku soal pengembalian uang ini. Tidak usah lagilah. Nanti tidak enak sama kawan-kawan," ujarnya.

Pembelajaran Berharga

Sekretaris Komisi C DPRD Sumut, HM Hanafiah Harahap, menyebut sebagai anggota legislatif akan mengikuti serta menghormati prosedur yang dilakukan KPK.

"Saya pribadi hormati KPK jadi tidak bisa berandai-andai, kita tunggu dan hormati apa yang akan dilakukan KPK setelah ditahannya politisi PPP Fadly Nurzal. Kalau subtansi yang ditanya sebagai saksi semua masyarakat sudah tahu," katanya.

Meskipun demikian, Wakil Ketua Partai Golkar Sumut ini enggan membeberkan pertanyaan yang diajukan penyidik KPK.

Namun, masalah korupsi massal yang menjerat para anggota dewan dijadikan sebagai pembelajaran yang sangat berharga.

Menurut dia, permasalahan korupsi yang menjerat puluhan anggota dewan dijadikan pembelajaran supaya bekerja lebih baik serta bertanggungjawab.

Namun, kasus korupsi yang menurunkan wibawa institusi legislatif itu tidak menyurutnya semangatnya untuk bersosialisasi kepada masyarakat.

"Kami menyampaikan apa-adanya supaya jadi pembelajaran saja, dan bekerja lebih baik sebagai penyelenggara pemerintah. Jadi tidak ada kesulitan, setiap turun ke masyarakat pertanyaan terkait korupsi cukup banyak. Namun, tinggal kita memberikan penjelasan serta pemahaman supaya negara tertib dan pemerintahan berjalan dengan baik," ujarnya.

Anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, menyatakan pola KPK, biasanya setelah ditetapkan tersangka atau penahanan akan ada rangkaian pemeriksaan.

Biasanya, sampai akhirnya pada penahanan dan itu pola yang sudah dilakukan KPK dan itu sudah di mulai dengan penahanan dari Fadly Nurzal

"Semestinya dalam pemanggilan ini ada empat orang yang di panggil, tapi tiga berhalangan hadir sehingga hanya Fadly Nurzal yang ditangkap," katanya.

Pada rangkaian pemeriksaan KPK, lanjutnya, setelah ditetapkan tersangka baru, maka akan dipanggil ke gedung KPK.

Pada umumnya, satu atau dua kali dipanggil di gedung KPK langsung dilakukan penahanan dan rangkaian proses itu sudah lazim dilakukan KPK.

"Di antaranya 38 tersangka, satu sudah ditahan Fadly Nurzal. Bisa dibilang 37 tersangka lainnya hanya menunggu waktu untuk ditahan," ujarnya.

Sutrisno berujar menurut informasi yang diperoleh dari rekan anggota dewan yang berstatus tersangka, mereka sudah siap jika KPK melakukan pemeriksaan.

Ia menyebutkan, tidak mungkin ada perlakuan yang berbeda dalam kasus korupsi ini.

"Seharusnya saat mereka baru terjerat sudah bisa dilakukan upaya hukum, bilamana ada perasaan dan tahapan yang tidak sesuai UU Tipikor dan KUHP. Maka bisa mengajukan Praperadilan, tapi dari 38 tersangka tidak ada mengajukan hal itu. Berarti dari sikap itu bisa kita simpulkan bahwa proses penetapan tersangka sudah diterima dan sudah ada juga pengembalian uang dari sebagian yang di korupsi," katanya.

Dia berharap, para anggota DPRD Sumut yang terjerat kasus korupsi untuk bersabar dalam menghadapi cobaan.

Tidak hanya itu, dia berujar KPK belum tuntas menyelesaikan permasalahan ini.

Mulai dari sumber uang yang dijadikan suap dari pihak ketiga juga belum pernah diputuskan apakah pelanggaran hukum atau tidak.

"Karena Gatot pernah mengakui meminjam uang dari pihak swasta untuk diberikan suap. Artinya pihak yang terlibat dalam proses suap menyuap itu harus ikut mengambil tanggungjawab. Dalam peristiwa pidana itu namanya turut serta," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.